Podcasts by Category

Radio Rodja 756 AM

Radio Rodja 756 AM

Radio Rodja 756AM

Menebar Cahaya Sunnah

3841 - Bab Merasa Sial dengan Jin
0:00 / 0:00
1x
  • 3841 - Bab Merasa Sial dengan Jin

    Bab Merasa Sial dengan Jin adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Al-Adabul Mufrad. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. pada Senin, 13 Syawal 1445 H / 22 April 2024 M.







    Kajian Islam Tentang Bab Merasa Sial dengan Jin



    Kajian kita sampai ke bab tentang perasaan sial atau takut atau kecemasan dari jin. Sebelumnya, kita bicara bahwa ternyata diantara sifat orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan adzab adalah tidak percaya dengan kesialan, tidak percaya dengan angka-angka yang akan menyebabkan sial mereka, tidak percaya dengan hari sial, tidak percaya dengan suara-suara yang menurut pandangan sebagian manusia itu tanda kesialan, tidak percaya dengan bentuk dan model yang dianggap oleh sebagian manusia sebagai penyebab kesialan.



    Di sini Al-Imam Bukhari menyebutkan bab merasa sial dengan jin. Ada sebagian orang yang takut sama jin, seperti takut diganggu jin, takut anak-anaknya diganggu sama jin, sehingga dia membayangkan hal-hal yang tidak seharusnya, dia hidup yang hari-harinya penuh dengan perasaan sial.



    Di sini ada sebuah hadits yang dalam sanadnya ada kelemahan. Ini adalah riwayat tentang Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, istri Nabi, ibunda orang-orang yang beriman. Bahwa, biasanya orang-orang di kota Madinah kalau punya anak baru lahir dibawa ke tempatnya Aisyah (dulu mereka bawa ke Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), maka Aisyah mendoakan berkah untuk anak-anak tersebut. Pada suatu saat, dibawalah seorang bayi kepada Aisyah Radhiyallahu ‘Anha.



    Terkadang, bayi itu digendongnya di atas bantal, karena baru lahir. Kemudian Aisyah ingin meletakkan bantalnya dan ingin menggendong anaknya saja. Ketika diangkat kepala bayi itu, ternyata di bawah kepalanya ada silet. Maka Aisyah bertanya, “Kenapa diletakkan silet di sini?”



    Tradisi dan budaya nenek moyang terkadang sulit untuk dihilangkan, sehingga diyakini oleh sebagian orang sebagai syariat. Kalau tradisi dan budaya yang biasa dikerjakan oleh masyarakat tersebut tidak bertentangan dengan syariat dan bukan bentuk ibadah, maka boleh-boleh saja. Tapi kalau sudah bertentangan dengan agama, walaupun sudah jadi budaya dan tradisi, maka seharusnya ditinggalkan. Karena kalau tidak ditinggalkan, maka agama orang akan berbeda-beda di setiap daerah.



    Islam bukan agama yang menentang tradisi dan budaya. Apabila tradisi dan budaya tersebut tidak bertentangan dengan agama, maka silakan dikerjakan dan dilaksanakan.



    Aisyah bertanya tentang silet tersebut. Ini pentingnya bertanya sebelum mengingkari. Sehingga kemudian mereka menjelaskan, “Silet ini sebagai bentuk penjagaan dari jin supaya tidak diganggu jin.”



    Jin itu ada dan mengganggu, ini betul. Oleh karena itu di Surah Al-Jin Allah sebutkan tentang bagaimana sebagian manusia yang meminta pertolongan dan perlindungan kepada Jin. Allah mengatakan,



    وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا



    “Dan bahwasanya ada sebagian dari manusia-manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (QS. Al-Jinn[72]: 6)



    Jin membuat orang itu semakin kecapekan, kelelahan dan ketakutan. Orang-orang itu selalu cemas. Maka Aisyah mengambil silet itu, kemudian dilemparkan.
    Wed, 24 Apr 2024 - 1h 01min
  • 3840 - Taubat dan Istighfar Sebab Kebahagiaan Hamba di Dunia dan Akhirat

    Taubat dan Istighfar Sebab Kebahagiaan Hamba di Dunia dan Akhirat adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Al-Bayan Min Qashashil Qur’an. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 13 Syawal 1445 H / 22 April 2024 M.



    Kajian sebelumnya: Dakwah Nabi Hud kepada Tauhid







    Kajian Tentang Taubat dan Istighfar Sebab Kebahagiaan Hamba di Dunia dan Akhirat



    Taubat dan istighfar merupakan sebab kebahagiaan seorang hamba di dunia dan di akhirat. Jadi, kalau kita ingin bahagia, perhatikan taubat dan istighfar.



    Taubat dan istighfar ini pintu semua kebaikan. Kita lihat, Nabi Hud berdakwah kepada kaumnya, di antaranya dakwah agar mereka bertaubat dan beristighfar kepada Allah. Antum bisa lihat surat Hud ayat 52,



    وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ



    “Wahai kaumku, beristighfarlah kepada Rabbmu, kemudian bertaubatlah kepadaNya. Niscaya Dia menurunkan air hujan kepada kalian dengan deras, kemudian menambahkan kekuatan di atas kekuatan kalian, dan janganlah kalian berpaling menjadi orang-orang yang berdosa.” (QS. Hud[11]: 52)



    Di ayat ini, Allah menakan rahasia ingin mendapatkan kekuatan adalah dengan istighfar. Kalau kita ingin kuat, banyak istighfar. Dan bagusnya istighfar adalah di waktu sahur.



    Orang yang gemar istighfar dijanjikan surga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,



    وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ



    “Dan diwaktu sahur mereka gemar beristighfar.” (QS. Az-Zariyat[51]: 18)



    Istighfar juga mendatangkan banyak kebaikan, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,



    فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا ‎﴿١٠﴾‏ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا ‎﴿١١﴾‏ وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا ‎﴿١٢﴾



    “Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh[71]: 10-12)



    Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman,



    وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ ۖ وَإِن تَوَلَّوْا فَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ كَبِيرٍ ‎﴿٣﴾‏



    “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepadaNya. Niscaya Dia akan memberi kesenangan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa adzab pada hari yang besar.” (QS. Hud[11]: )



    Syaikh berkata bahwa siapa yang ingin harta,
    Wed, 24 Apr 2024 - 50min
  • 3839 - Shalat Ketika Safar

    Shalat Ketika Safar ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 13 Syawal 1445 H / 22 April 2024 M.







    Download kajian sebelumnya: Kapan Melakukan Sujud Sahwi?



    Kajian Tentang Shalat Ketika Safar



    Safar yang dimaksud dalam kajian ini adalah keluarnya seseorang dari daerahnya menuju ke tempat tertentu, yang perjalanan ini mencapai jarak tertentu yang jaraknya diperselisihkan oleh para ulama berapa jauhnya perjalanan itu.



    Ketika seseorang melakukan Safar, maka disyariatkan baginya untuk mengambil keringanan qashar. Qashar adalah dengan dijadikannya shalat yang asalnya empat rakaat (dzuhur, ashar, isya) menjadi dua rakaat ketika sedang Safar (perjalanan jauh), baik dalam keadaan takut atau aman.



    Para ulama sepakat bahwa qashar disyariatkan. Akan tetapi mereka memperselisihkan tentang hukum qashar, apakah dia keringanan yang wajib ataukah tidak wajib untuk diambil?



    Bagaimana penjelasan lengkapnya? Download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.



    Download mp3 Kajian











    Mari turut membagikan link download kajian tentang “Shalat Ketika Safar” penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.


    Tue, 23 Apr 2024 - 51min
  • 3838 - Perbuatan Mungkar yang Diriwayatkan oleh Kaum Sufi

    Perbuatan Mungkar yang Diriwayatkan oleh Kaum Sufi ini adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Talbis Iblis. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary pada Senin, 28 Ramadhan 1445 H / 08 April 2024 M.







    Kajian tentang Perbuatan Mungkar yang Diriwayatkan oleh Kaum Sufi



    Ini merupakan lanjutan dari kisah-kisah aneh yang seringkali dinukil dari kaum Sufi, di mana kisah-kisah tersebut sering kali terkesan konyol dan jauh dari nilai-nilai kebenaran syariat. Meskipun demikian, kisah-kisah ini tetap tertera dalam buku-buku mereka. Beberapa contoh perbuatan mungkar itu seperti meremehkan neraka, meremehkan siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan meremehkan surga dan hal-hal besar lainnya dalam agama.



    Ibnu Jauzi mengatakan bahwa dalam uraian sebelumnya dijelaskan tentang banyaknya perbuatan dari kaum Sufi yang sebenarnya mungkar dalam tinjauan syariat. Beliau menyebutkan beberapa contoh perbuatan mungkar dan aneh tersebut, di antaranya:



    Salah satu cerita adalah yang dituturkan oleh Abu Ja’far Al-Kuraiti mengatakan, “Suatu malam aku mengalami junub sehingga harus mandi. Udara malam itu terasa sangat dingin. Oleh karena itu, aku mendapati jiwaku ini begitu lamban dan lalai untuk segera melakukannya.



    Kemudian jiwaku berbisik, ‘Andai kamu tidak mandi terlebih dulu hingga subuh tiba, air itu menjadi hangat bagimu. Ini pilihanmu, atau kamu harus masuk ke tempat pemandian sekarang juga. Apabila bukan pilihan pertama, berarti kamu telah membebani diri sendiri.’



    Aku berkata, ‘Aneh sekali! Aku biasa bermuamalah dengan Allah sepanjang hidup ini. Oleh karena itu aku wajib melakukan segala sesuatu untukNya. Namun kini jiwaku tidak bersegera melaksanakannya, dan aku mendapati diri ini diam dan lamban serta menunda-nundanya. Maka, aku harus bersumpah bahwa aku tidak akan mandi kecuali di sungai, aku bersumpah tidak akan mandi kecuali dengan memakai pakaian tambalan ini, dan aku bersumpah bahwa aku tidak akan mengeringkan pakaian ini di bawah sinar matahari.'”



    Demikianlah, atau seperti yang sufi itu ceritakan.



    Ibnul Jauzi mengatakan bahwa Abu Ja’far Al-Kuraiti sengaja menuturkan kisah pribadinya untuk menunjukkan suatu perbuatan baik. Beberapa orang menukilkan ini untuk menjelaskan keutamaannya. Padahal amalan itu murni kejahilan dan kebodohan belaka. Karena ia sudah durhaka kepada Allah dengan amal yang dilakukannya tersebut.



    Hanya saja kalangan awam yang jahil tentu akan kagum dengan perbuatan seperti itu. Sementara dia bukan ulama dan bukan siapa-siapa. Karena siapa pun tidak boleh menyiksa diri sendiri dengan hal semacam itu. Kita tahu ada satu riwayat yang terjadi dizaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika ada seorang yang bersafar bersama rekan-rekannya. Kemudian, di malam hari, kepalanya tertimpa batu sehingga luka. Malamnya dia junub, dan paginya dia bertanya kepada rekan-rekannya apa yang harus aku lakukan, apakah aku harus mandi atau bagaimana? Teman-temannya menjawab bahwa dia harus mandi, maka dia pun mandi dengan luka pada kepalanya. Akibat dari perbuatan itu, dia meninggal dunia karena malam itu sangat dingin dan dia memaksakan diri mandi dalam kondisi yang sangat dingin.



    Maka sampailah berita itu kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, nabi mencela mereka dan berkata,



    Tue, 23 Apr 2024 - 32min
  • 3837 - Sunnah di Hari ‘Id

    Sunnah di Hari ‘Id adalah kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ya’la Kurnaedi, Lc. pada Senin, 28 Ramadhan 1445 H / 08 April 2024 M.



    Kajian Tentang Sunnah di Hari ‘Id



    ‘Id (عيد) dari kata عَادَ – يَعُوْدُ yang artinya kembali. Jadi ‘id artinya adalah perayaan, karena dia kembali dan berulang setiap tahun.



    Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, dia berkata,



    دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الْأَنْصَارِ تُغَنِّيَانِ بِمَا تَقَاوَلَتْ الْأَنْصَارُ يَوْمَ بُعَاثَ قَالَتْ وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَمَزَامِيرُ الشَّيْطَانِ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا



    “Abu Bakar masuk ke rumahku sementara di sisiku ada dua anak gadis Anshar yang keduanya melakukan nyanyian yang biasa dinyanyikan oleh kaum Ansha pada hari raya Bu’ats.” Kemudian Aisyah melanjutkan, “Kedua anak wanita ini bukan penyanyi. Abu Bakar berkata, ‘Apakah ada seruling setan di rumah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam?!’ Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, ‘Wahai Abu Bakar, setiap kaum itu punya perayaannya, dan sekarang adalah hari raya kita.'” (HR. Bukhari)



    Dari hadits ini kita dapat keterangan bahwa di hari Idul Fitri adalah hari bahagia. Dan tadi ada dua wanita yang bernyanyi dengan asal nyanyi karena mereka bukan penyanyi. Ini menunjukkan boleh bersenang-senang di hari Idul Fitri.



    Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.



    Dengarkan dan Download Kajian Sunnah di Hari ‘Id











    Jangan lupa untuk turut menyebarkan kebaikan dengan membagikan link kajian “Sunnah di Hari ‘Id” ini ke media sosial Antum. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Antum semua.
    Mon, 22 Apr 2024 - 35min
Show More Episodes